Kembali Menjuri Lagi di LKS Nasional 2025 Web Technologies

    Setelah bertahun-tahun saya menjadi kompetitor web technologies — sejak 2018 pertama kalinya saya memasuki ruang lomba sebagai peserta, sebagai anak baru yang serapuh kertas yang dengan mudahnya disobek oleh sepuh-sepuh yang ada di ruang lomba, berusaha memanjat dengan kencang sampai dengan tingkat tertinggi yang bisa saya raih. Perjalanan saya sayangnya hanya berakhir di World Skills ASEAN 2023 Singapore, tepat 2 tahun lalu ketika tulisan ini diketik.

    Menjadi kompetitor memanglah fun, banyak rintangan yang menantang untuk berada di puncak. Tapi bagaimana POV juri yang sebenarnya?

    Menjadi peserta kompetisi web tech ini memang berat karena banyak hal yang harus dipersiapkan, seperti mempelajari semua hal yang memungkinkan untuk muncul di modul. Tapi dari sisi juri, juga banyak yang sebenarnya harus disiapkan demi kelancaran dan kelangsungan lomba.

    Persiapan sebelum hari-H

    Kami, para juri membuat modul atau soal yang nantinya akan dikerjakan oleh peserta lomba. Soal nasional yang dibuat berkiblat ke WorldSkills yang terakhir, jadi biasanya akan ada hal-hal yang mengagetkan peserta ketika pertama kali modulnya dibacakan oleh juri. Contohnya, pada modul client tahun ini, peserta tidak diminta untuk membuat game seperti tahun-tahun sebelumnya, melainkan diminta untuk membuat web app yang sangat bergantung pada modifikasi SVG DOM.

    Hari lomba

    Pada hari lomba, kami menyiapkan sebuah server lokal yang akan terhubung ke semua PC peserta — yang mana peserta dapat mengambil modul dan media files untuk dikerjakan. Selain itu, server lokal juga berfungsi untuk peserta mengumpulkan hasil dari pekerjaan mereka.

    Untuk mempermudah, kami membuat sebuah platform website yang dapat mereka akses untuk mengambil modul (fetch) dan mengupload hasil pekerjaan mereka — jauh lebih memudahkan secara user experience.

    Foto dari POV juri

    Setelah para peserta selesai mengerjakan

    Semua sudah mengumpulkan sesuai instruksi. Beberapa peserta tidak mengumpulkannya dengan format yang benar — seperti nama file zip, atau formatnya menjadi rar — sehingga yang lain terpaksa menunggu peserta tersebut membenarkan hasil uploadnya. Kalau di WorldSkills, salah cara mengumpulkan upload saja langsung dianggap tidak mengumpulkan, langsung dapat nilai NOL. Tetapi, di tingkat nasional ini masih ditoleransi karena memang ada kesenjangan antar-provinsi.

    Kami melakukan automation untuk mengekstrak semua hasil zip yang dikumpulkan peserta, lalu menginstallnya sehingga semua dapat dijalankan dengan semestinya. Untuk modul laravel, kami menggunakan integration testing untuk mempercepat proses marking.

    Proses marking ini titik paling lelah juri. Ketika keluar ruangan lomba menuju toilet, melewati ruang lomba sebelah (IT Software Solutions), mereka masih belum selesai sampai tengah malam — kemungkinan sampai jam 3 pagi. Sangat banyak poin yang harus dinilai dan diinput ke dalam sistem.

    Cara penilaiannya pun lebih dipertegas di tingkat nasional. Misalnya, pada response API diminta ada 5 field yang direturn, namun hanya ada 4 field yang muncul, ini hanya akan menghilangkan poin secara utuh untuk endpoint tersebut. Contoh lainnya, jika response messagenya berbeda sedikit — sesimpel typo saja dapat menghilangkan nilai. Ah di industri kayak gini ga masalah kok. NO! Ini adalah kompetisi dimana ketelitian adalah sebuah poin yang sangat berharga. Standar kompetisi dan industri memang mirip, tapi kompetisi itu JAUH lebih strict. Even a small mistake can leads you to miss all the points.

    Ada lebih dari 4000 poin (hasil jumlah poin * jumlah peserta) yang harus diinput ke sistem. Deadline sangat mepet, semua ini pada akhirnya selesai pada keesokan harinya.

    Skor dari para juara ini sangat sengit, bahkan posisi 5 pun dapat menggeser ke posisi 1 jika sedikit lebih teliti saja.