Pengalaman Menjadi Juri LKS Web Technologies

    Berawal dari kompetitor yang bercita-cita jadi world champion, sekarang duduk di kursi juri – meskipun langit tak tercapai, setidaknya sekarang terbang di atas awan-awan.

    Setiap tahunnya, pasti ada saja kompetitor yang menjadi the outlier atau jaman sekarang sebutannya itu terlalu OP (overpowered). Setidaknya satu orang — atau dua orang di tingkat nasional.

    Ketika ditanya tentang kenapa mereka bisa se-OP ini, mereka semua punya karakteristik yang sama: ambisius. Selain dari faktor internal (motivasi dan ambisi), mereka dibantu dengan sebuah privilege yaitu sekolahnya yang memberikan full support.

    Mari kita lihat juga dari sisi lain (karena kalau kita lihat yang OP terus, kita akan melupakan yang lain). Mayoritas dari para kompetitor itu adalah — NPC (Non-Playable Character). Di dalam game, NPC adalah figuran pelengkap di dalam game agar game dapat terasa lebih ramai dan hidup.

    Seringkali hasil dari lomba web technologies ini memberikan skor yang sangat sengit – antara dua atau tiga orang saja. Kalau si-peringkat-satu ini terlalu OP, skor dia pasti jauh meroket meninggalkan peringkat dua dan tiga.

    Terkadang juga skor hasil dari peringkat satu, dua, dan tiga itu sangat sengit sampai para juri pun harus recheck berkali-kali untuk memastikan yang juara adalah benar-benar yang juara.

    Kompetisi ini memang mengandalkan problem solving skills dan hafalan. Meskipun problem solvingnya jago tapi kalau lupa function untuk sorting array, poin tetap hilang.

    Familiarisasi

    Setiap tahunnya, sekolah yang menjadi host atau panitia lomba web technologies itu berubah-ubah. Sebagian sekolah menyediakan PC untuk digunakan untuk lomba, sebagian lagi tidak. Jika sekolah tidak menyediakan PC, maka setiap peserta wajib membawa alat tempurnya masing-masing.

    Ada yang membawa laptop, dan ada juga yang membawa full setup PC gaming yang bercahaya kelap-kelip berwarna. Memang terkesan tidak fair, tapi tidak ada pilihan lain karena sekolah tidak menyediakan fasilitas PC.

    Hari pertama, semua peserta datang di ruangan lomba, masuk dengan membawa secarik kertas berisi nomor kursi yang akan mereka duduki. Beberapa orang terlihat membopong satu set PC ke atas meja, lalu mencolok banyak kabel-kabelnya yang semrawut — tenang, mereka semua pasti tak memikirkan lagi tentang estetika dari PC yang dipasangnya, yang penting it works.

    Setelah mereka semua datang dan peralatan mereka sudah siap untuk dipakai, sudah saatnya kami memulai briefing untuk familiarisasi — memastikan semua software yang dibutuhkan sudah terinstall dan tidak ada data yang suspicious.

    Semua peserta yang membawa keyboard dan mouse wajib mengumpulkannya di meja depan untuk dicek oleh para juri. Tidak boleh wireless dan tidak boleh ada macro. Sportifitas itu yang utama, sangat curang kalau jika ada yang pakai mouse macro dan tombol tengahnya disetting untuk mempaste kodingan yang sudah disiapkan.

    Untuk memastikan lomba esok hari berjalan lancar, juri memberikan instruksi untuk pengambilan soal dan pengumpulan jawaban — agar besok tidak ada yang bertanya lagi hal-hal seperti ini.

    Mereka semua paham lalu pulang meninggalkan PC berharganya di tempat. Esok hari akan menjadi hari ketegangan.

    Internet mati

    Hari pertama, tidak ada akses internet, begitulah tantangan yang spesial dari lomba LKS. Hanya ada akses Local Area Network (LAN) agar mereka dapat mengumpulkan hasil pengerjaannya di server lokal.

    Sebelum memulai lomba pada pagi hari ini, juri memberikan briefing tentang soal yang akan dikerjakan oleh peserta — memastikan semua peserta paham apa yang harus dikerjakan. Lomba berlangsung sekitar tiga sampai empat jam, waktu yang cukup singkat untuk membuat satu project web secara utuh.

    Lomba dimulai dengan timer countdown terpampang dengan jelas di depan kelas menggunakan proyektor. Ruangan hening, hanya terdengar celetukan keyboard dari peserta yang menggunakan keyboard mekanik, terutama yang menggunakan blue switch dan menekan tombolnya dengan brutal.

    Tegangnya atmosfir ruangan lomba membuat kaki para peserta selalu bergoyang. Ketika timer berdering kencang, semua peserta menyandarkan punggungnya ke kursi dan terlihat lega. Peserta yang menyelesaikannya dengan pede wajahnya akan bercahaya dan murah senyum. Di sisi lain, peserta yang tidak yakin dengan hasilnya itu terlihat stress dan capek.

    Proses penilaian

    Ruangan menjadi sepi ditinggalkan oleh para peserta. Kini saatnya juri yang mengeluarkan keringatnya untuk mengecek satu-satu hasil pekerjaan para peserta. Biasanya, juri web technologies selesai yang paling terakhir karena saking banyaknya poin yang harus dinilai. Dan berbeda dengan bidang lomba lain seperti restaurant service yang pesertanya dinilai langsung, juri web technologies perlu menunggu semuanya selesai terlebih dahulu untuk dapat memulai penilaian.

    Penilaian yang dilakukan juri itu sangat spesifik, detail, dan banyak. Kehilangan satu hal saja berpotensi untuk mengurangi poin. Contohnya, jika dalam website seorang user sudah melakukan login, maka user tersebut tidak dapat mengakses halaman login kembali. Kesalahan seperti ini banyak dilakukan, padahal sudah tertulis jelas di soal yang diberikan.

    Ketika menjadi juri di provinsi Jawa Tengah minggu lalu, kami baru selesai menilai semua peserta pada pukul 9 malam. Pulang-pulang ke hotel langsung tepar — mengetahui masih ada lomba hari kedua besok.

    Pengumuman pemenang

    Setelah semua rangkaian lomba selesai dan juri sudah melakukan finalisasi nilai, ada dua pilihan cara untuk mengumumkan pemenang — juri yang mengumumkan atau diumumkan nanti di acara penutupan besar. Di tingkat kota/kabupaten biasanya diumumkan langsung di tempat lomba, sementara tingkat provinsi dan nasional diumumkan di acara penutupan besar yang mengumpulkan semua peserta dari semua bidang lomba.

    Mengumumkan nama pemenang lomba memberikan rasa nostalgia ketika aku masih duduk di kursi peserta — menunggu dan berharap namaku disebut paling terakhir (juara satu). Jadi, kupastikan baik-baik orang yang juara satu ini benar-benar mempunyai potensi untuk terbang lebih tinggi. Mendengarkan namaku berdampingan dengan kata “juara pertama” membuatku ingin loncat setinggi-tingginya, begitu pula orang yang ketika kusebut namanya.

    Takeaway

    Menjadi juri LKS Web Technologies memberikan banyak pelajaran berharga bagiku. Berikut beberapa hal yang kupetik dari pengalaman ini:

    1. Kemampuan teknis saja tidak cukup. Peserta terbaik bukan hanya mereka yang mahir coding, tapi juga yang teliti membaca spesifikasi dan mampu mengelola waktu dengan baik.

    2. Persiapan adalah kunci. Peserta yang terlihat tenang biasanya adalah mereka yang sudah berlatih intensif sebelumnya. Mereka tidak hanya mengandalkan hafalan, tapi juga pemahaman mendalam tentang konsep.

    3. Sportivitas itu penting. Meski kompetisi ini sangat ketat, integritas dan kejujuran tetap menjadi nilai utama yang kami jaga.

    4. Problem solving adalah skill universal. Kemampuan memecahkan masalah yang ditunjukkan peserta akan berguna di berbagai bidang kehidupan, tidak hanya dalam pemrograman.

    5. Tekanan dapat memunculkan potensi tersembunyi. Beberapa peserta justru menunjukkan performa terbaiknya saat berada di bawah tekanan waktu.

    Sebagai mantan peserta yang kini menjadi juri, aku merasa ada tanggung jawab untuk terus meningkatkan kualitas kompetisi ini. Harapanku, LKS Web Technologies bisa menjadi wadah yang semakin baik untuk menemukan dan mengembangkan talenta-talenta digital Indonesia.

    Bagi para siswa yang berminat mengikuti kompetisi ini di masa depan, ingatlah bahwa perjalanan dan proses belajar yang kamu lalui jauh lebih berharga daripada medali atau piala yang mungkin kamu dapatkan. Teruslah belajar, berlatih, dan jangan takut untuk mencoba.